Di sebuah sudut sunyi di Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, berdiri sebuah halte tua yang hampir dilupakan zaman. Atap sengnya sudah berkarat, bangku kayunya mulai lapuk dimakan usia, dan catnya yang dulu cerah kini memudar menjadi bayangan masa lalu. Halte ini, yang sudah tidak digunakan sejak 2003, menyimpan kisah yang tak hanya usang, tetapi juga menyisakan tanda tanya besar bagi warga sekitar: mengapa suara mesin bus dan siluet kendaraan masih sering muncul di sana?
Halte yang Ditinggal Zaman
Halte tersebut dulunya menjadi titik persinggahan penting di jalur angkutan pedesaan Glenmore – Kalibaru – Genteng. Di awal 2000-an, warga masih bisa melihat aktivitas harian—anak sekolah, petani, hingga pedagang kecil—naik turun bus di tempat itu. Namun, sejak peralihan trayek dan pembangunan jalur baru, halte ini perlahan mati. Bus terakhir yang berhenti tercatat pada pertengahan 2003. Setelah itu, halte ini resmi dinyatakan tidak aktif lagi.
Namun, meski sudah dua dekade berlalu, tempat ini seolah enggan benar-benar dilupakan.
Suara Mesin Tua di Malam Hari
“Saya kira itu cuma mimpi, tapi sering kali saya dengar suara mesin tua… seperti suara bus diesel zaman dulu. Nadanya khas,” ujar Pak Tarman (62), warga yang rumahnya hanya berjarak 50 meter dari halte. “Kadang jam dua atau tiga pagi. Awalnya saya pikir ada bus lewat, tapi waktu saya buka jendela… jalanan kosong.”
Fenomena ini bukan hanya dirasakan oleh satu dua orang. Beberapa warga lain juga mengaku mendengar suara yang sama, lengkap dengan getaran kecil seperti kendaraan berat yang sedang berhenti dan menyalakan mesin.
“Suara pintu geser terbuka, kadang seperti ada suara orang ngobrol pelan,” tambah Ibu Sri, penjual nasi di dekat jalan utama. “Tapi tidak ada siapa-siapa di sana.”
Siluet Bus yang Muncul Sekilas
Tak hanya suara, beberapa warga bahkan melaporkan pernah melihat siluet bus berhenti sejenak di depan halte tersebut. Siluet itu muncul seperti bayangan, samar dan buram, tapi bentuknya jelas—sebuah bus kotak model lama berwarna putih-biru yang dulu sering digunakan oleh PO lokal.
“Waktu saya pulang ronda malam, saya lihat bus berhenti. Saya kira ada yang mau numpang, tapi anehnya nggak ada sopirnya. Waktu saya dekati… hilang,” cerita Mulyadi, anggota Linmas desa setempat.
Banyak yang menyamakan bentuk siluet itu dengan bus milik PO Dharma Putra, salah satu armada yang dulu rutin lewat jalur Glenmore. Anehnya, perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi sejak awal 2000-an.
Antara Mitos, Memori, dan Misteri
Warga desa punya beragam penafsiran atas fenomena ini. Ada yang menganggapnya sebagai fenomena gaib, semacam ‘jejak’ dari masa lalu yang tertinggal karena kenangan kuat dan peristiwa yang belum tuntas.
Beberapa menyebutkan bahwa pernah terjadi kecelakaan tragis di jalur tersebut sekitar tahun 1999, ketika sebuah bus mengalami rem blong dan menabrak pohon besar tidak jauh dari halte. Sopir dan dua penumpang dikabarkan meninggal dunia di tempat.
Namun, ada pula warga yang melihat kejadian ini dari sisi spiritual yang lebih damai. “Mungkin mereka hanya sedang mengulang rutinitas lama. Tempat itu dulu penuh harapan, orang-orang pulang kerja, anak-anak sekolah… mungkin energi itu masih tertinggal,” kata Pak Darto, tokoh masyarakat sekaligus pengurus masjid.
baca juga : Kisah Misteri Penumpang Bus Terakhir yang Tak Pernah Turun
Sekilas Tentang Glenmore: Simfoni Jawa dan Eropa
Glenmore sendiri adalah kawasan unik di Banyuwangi. Nama Glenmore konon berasal dari perkebunan yang pernah dikelola oleh orang Eropa di masa kolonial. Suasana daerah ini menyuguhkan perpaduan antara alam yang sejuk, kebun kopi dan karet, serta sejarah panjang yang masih tersisa dalam arsitektur dan nama-nama tempat.
Tidak heran jika kawasan ini menyimpan banyak cerita dan peninggalan—baik yang bisa dilihat mata, maupun yang hanya bisa didengar dan dirasakan.
Halte yang Tak Pernah Sepi
Meski halte tua itu kini sepi dari penumpang dan kendaraan nyata, ia tetap “hidup” dalam cara yang tidak biasa. Cerita-cerita dari warga, suara misterius di malam hari, dan siluet samar yang kadang terlihat di kejauhan telah menjadikannya lebih dari sekadar bangunan tua. Ia menjadi semacam jendela antara masa lalu dan masa kini—tempat di mana waktu seperti enggan berjalan lurus.
Barangkali, di Glenmore, ada halte yang tak hanya menunggu bus, tapi juga menjaga kenangan. Kenangan yang terus datang, dalam bentuk suara, bayangan… atau mungkin, sesuatu yang lebih dari itu.