Terminal Brawijaya Banyuwangi bukan sekadar tempat naik dan turun penumpang. Terminal ini adalah simpul transportasi, pusat pertemuan budaya, sekaligus saksi bisu perkembangan Banyuwangi dari masa ke masa. Bagi banyak orang, terminal hanyalah “ruang tunggu” menuju destinasi. Namun jika ditelusuri lebih dalam, Terminal Brawijaya menyimpan dinamika sosial, sejarah, hingga denyut ekonomi kota yang khas.
Artikel ini akan mengupas Terminal Brawijaya dengan sudut pandang yang berbeda dari artikel lain: bukan hanya soal bus dan rute, tapi juga bagaimana terminal ini menjadi bagian penting dari identitas Banyuwangi.

Sejarah Terminal Brawijaya: Dari Pelabuhan ke Jalan Raya
Terminal ini mulai beroperasi sejak era 1980-an, saat kebutuhan transportasi darat meningkat pesat seiring berkembangnya pariwisata Banyuwangi. Namanya diambil dari Raja Brawijaya, tokoh besar Majapahit, sebagai simbol kejayaan budaya Jawa Timur. Dari sinilah Terminal Brawijaya menjadi pusat mobilitas utama, menghubungkan Banyuwangi dengan kota besar di Jawa maupun luar pulau.
Tabel Infografis Terminal Brawijaya Banyuwangi
| Aspek | Detail | Catatan Unik |
|---|---|---|
| Sejarah | Dibangun sekitar tahun 1980-an, diresmikan sebagai terminal tipe A | Menjadi terminal utama di Banyuwangi sebelum Terminal Sritanjung dibangun |
| Kapasitas | Dapat menampung ± 300 armada bus dan ribuan penumpang per hari | Kapasitasnya terus menyesuaikan dengan pertumbuhan jumlah wisatawan |
| Fasilitas | Ruang tunggu luas, mushola, toilet, loket tiket, area parkir, kantin, pos keamanan | Ada area khusus UMKM lokal yang menjual oleh-oleh khas Banyuwangi |
| Akses Jalan | Terletak di pusat kota Banyuwangi, mudah diakses dari Stasiun Karangasem dan Pelabuhan Ketapang | Dekat jalur utama pantura timur Jawa |
| Jurusan Bus | Banyuwangi – Surabaya, Malang, Denpasar, Jakarta, Yogyakarta, hingga Lombok via kapal | Menjadi penghubung penting antara Jawa dan Bali |
| Harga Tiket | Rp50.000 – Rp150.000 (AKDP), Rp200.000 – Rp450.000 (AKAP & lintas pulau) | Harga bervariasi tergantung kelas bus: ekonomi, patas, eksekutif |
Terminal Brawijaya sebagai Ruang Sosial
Selain fungsi transportasi, Terminal Brawijaya juga menjadi ruang interaksi masyarakat. Pedagang kaki lima, sopir bus, porter, hingga musisi jalanan menciptakan suasana khas terminal. Suara klakson bercampur dengan aroma kopi dari warung sederhana, menjadikan terminal bukan hanya tempat transit, tapi juga ekosistem ekonomi rakyat.

Akses Jalan Menuju Terminal
-
Dari Kota Banyuwangi: hanya 10 menit perjalanan dengan angkot atau ojek online.
-
Dari Stasiun Karangasem: sekitar 15 menit dengan angkot.
-
Dari Pelabuhan Ketapang: ± 30 menit perjalanan, cocok bagi penumpang dari Bali.
-
Dari Bandara Blimbingsari: ± 45 menit dengan bus DAMRI atau taksi bandara.
Jurusan Bus Populer dari Terminal Brawijaya
-
Banyuwangi – Surabaya (via Jember, Pasuruan)
-
Banyuwangi – Malang (via Lumajang)
-
Banyuwangi – Denpasar (menyebrang lewat Ketapang – Gilimanuk)
-
Banyuwangi – Jakarta (via tol trans Jawa)
-
Banyuwangi – Yogyakarta (jalur selatan)
-
Banyuwangi – Lombok (bus + kapal, melalui Bali)
Harga Tiket Bus dari Terminal Brawijaya
-
AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi): Rp50.000 – Rp150.000
-
AKAP (Antar Kota Antar Provinsi): Rp200.000 – Rp300.000
-
Lintas Pulau (Jakarta, Lombok, Bali): Rp300.000 – Rp450.000
Harga dapat berubah sesuai musim, kelas bus (ekonomi, patas, eksekutif), dan kebijakan perusahaan otobus.
Baca juga : Terminal Jatiasih Bekasi
Kesimpulan
Terminal Brawijaya Banyuwangi adalah lebih dari sekadar tempat keberangkatan bus. Ia merupakan ruang sosial, pusat ekonomi lokal, dan simpul sejarah transportasi Banyuwangi. Dengan akses yang strategis, fasilitas lengkap, dan rute bus yang menjangkau berbagai kota besar, terminal ini tetap relevan di era modern, sekaligus menjadi pintu gerbang penting menuju Jawa, Bali, hingga Lombok.
Jika Anda ingin memahami Banyuwangi dari sudut pandang transportasi, Terminal Brawijaya adalah tempat yang wajib disinggahi.











