Sebelum kemerdekaan Indonesia, transportasi umum telah berkembang dengan cukup pesat, terutama di daerah-daerah perkotaan yang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan kolonial Belanda. Salah satu moda transportasi yang cukup populer pada masa itu adalah bus umum yang dioperasikan oleh perusahaan otobus (PO). PO-PO ini berperan penting dalam menghubungkan berbagai kota dan daerah di Nusantara, mendukung mobilitas masyarakat, serta memfasilitasi perdagangan dan administrasi kolonial. Artikel ini akan membahas beberapa PO bus umum yang terkenal pada zaman penjajahan Belanda serta peran mereka dalam sejarah transportasi Indonesia.
Latar Belakang Transportasi Umum di Zaman Kolonial
Pada awal abad ke-20, sistem transportasi darat di Hindia Belanda mulai berkembang pesat. Pembangunan jalan raya dan jalur kereta api menjadi fokus utama pemerintah kolonial untuk memperlancar arus barang dan manusia. Namun, seiring dengan meningkatnya kebutuhan mobilitas masyarakat, layanan bus mulai muncul sebagai alternatif yang lebih fleksibel dibandingkan kereta api. PO bus mulai bermunculan dan melayani berbagai rute di dalam kota maupun antar kota.
Perusahaan Otobus yang Terkenal di Era Kolonial
Berikut adalah beberapa PO bus yang beroperasi pada zaman penjajahan Belanda dan memiliki peran besar dalam sejarah transportasi di Indonesia:


1. Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM)
Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM) merupakan salah satu perusahaan transportasi yang beroperasi di Batavia (kini Jakarta) pada awal abad ke-20. BVM menyediakan layanan trem dan bus umum yang menghubungkan berbagai distrik di Batavia dengan pusat perdagangan dan administrasi kolonial. Bus yang digunakan oleh BVM biasanya merupakan kendaraan buatan Eropa dengan desain khas bus kota pada masa itu. Belakangan BVM beranti nama menjadi PPD atau Perusahaan Pengangkutan Djakarta.
2. Semarangsche Autobus Dienst (SAD)
Di Semarang, perusahaan yang cukup terkenal dalam bidang transportasi bus adalah Semarangsche Autobus Dienst (SAD). SAD beroperasi di dalam kota Semarang serta melayani rute ke daerah sekitarnya seperti Ambarawa dan Salatiga. PO ini memegang peranan penting dalam mendukung mobilitas pekerja perkebunan dan buruh pabrik di daerah tersebut.
3. Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO)
Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO) merupakan salah satu perusahaan transportasi yang beroperasi di Salatiga pada masa penjajahan Belanda. PO ini didirikan untuk melayani kebutuhan mobilitas penduduk Salatiga dan sekitarnya, terutama dalam menghubungkan kota ini dengan pusat perdagangan seperti Semarang dan Ambarawa. Bus yang digunakan oleh ESTO umumnya merupakan kendaraan impor dari Eropa dengan desain yang masih sederhana namun cukup efektif dalam mengangkut penumpang.
Perusahaan ini berperan penting dalam mendukung aktivitas ekonomi dan administrasi kolonial, terutama karena Salatiga pada masa itu merupakan kota yang cukup penting dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda. Selain melayani rute dalam kota, ESTO juga menyediakan layanan bus jarak menengah yang menghubungkan Salatiga dengan daerah perkebunan serta wilayah pemukiman Eropa.
Meskipun tidak sebesar perusahaan otobus di kota-kota besar seperti Batavia atau Surabaya, ESTO tetap memiliki kontribusi yang signifikan dalam sejarah transportasi di Jawa Tengah. Setelah Indonesia merdeka, perusahaan ini kemungkinan mengalami nasionalisasi atau bergabung dengan sistem transportasi modern yang berkembang di era selanjutnya.
4. Soerabajasche Transport Maatschappij (STM)
Surabaya, sebagai salah satu kota pelabuhan terbesar di Hindia Belanda, juga memiliki sistem transportasi bus yang maju. Soerabajasche Transport Maatschappij (STM) merupakan salah satu perusahaan otobus yang melayani berbagai rute di Surabaya dan sekitarnya. Selain itu, STM juga memiliki beberapa jalur yang menghubungkan Surabaya dengan Malang dan Mojokerto.
5. Bandungsche Autobus Onderneming (BAO)
Bandung, yang dikenal sebagai “Paris van Java,” memiliki layanan bus umum yang dikelola oleh Bandungsche Autobus Onderneming (BAO). PO ini mengoperasikan bus-bus dengan desain khas Eropa yang beroperasi di dalam kota dan sekitarnya. Rute yang paling populer pada saat itu adalah jalur yang menghubungkan pusat kota Bandung dengan kawasan pemukiman Eropa di utara kota.
6. Djokjakartasche Transport Maatschappij (DTM)
Yogyakarta juga memiliki perusahaan otobus yang cukup berpengaruh, yaitu Djokjakartasche Transport Maatschappij (DTM). Bus-bus DTM menghubungkan berbagai kawasan penting di Yogyakarta, termasuk kawasan Keraton, Malioboro, dan Kotabaru yang pada saat itu banyak dihuni oleh orang-orang Belanda.
Perkembangan Teknologi dan Inovasi Bus di Masa Kolonial
Pada masa penjajahan Belanda, bus-bus yang digunakan oleh PO umumnya diimpor dari Eropa, terutama dari Jerman, Inggris, dan Belanda. Beberapa model bus yang populer pada masa itu antara lain buatan Daimler, Ford, dan Leyland. Bus-bus ini memiliki bodi berbahan kayu dengan sasis besi dan menggunakan mesin berbahan bakar bensin atau solar.
Selain itu, sistem pembayaran juga mulai diterapkan dengan sistem tiket, yang bisa dibeli di halte atau langsung dari kondektur di dalam bus. Pada masa itu, tarif bus masih tergolong mahal dan lebih banyak digunakan oleh kalangan menengah ke atas serta pekerja kolonial dibandingkan masyarakat pribumi.
Tantangan dan Kendala Transportasi Bus pada Masa Kolonial
Meskipun sistem bus umum mulai berkembang pesat di berbagai kota besar di Hindia Belanda, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh PO bus pada masa itu:
- Kondisi Jalan yang Belum Memadai – Banyak jalan di luar kota besar masih berupa jalan tanah atau berbatu, sehingga menyulitkan operasional bus.
- Monopoli dan Regulasi Ketat – Beberapa PO harus berhadapan dengan kebijakan kolonial yang lebih menguntungkan transportasi kereta api dibandingkan bus.
- Diskriminasi Sosial – Layanan bus sering kali lebih diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan kalangan elit pribumi, sementara masyarakat umum masih kesulitan mengakses transportasi yang layak.
Dampak dan Warisan PO Bus di Era Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem transportasi yang telah dibangun pada era kolonial tetap menjadi dasar bagi perkembangan transportasi umum di berbagai kota. Banyak PO bus yang dulunya dimiliki oleh perusahaan Belanda akhirnya diambil alih oleh pengusaha pribumi dan pemerintah. Beberapa di antaranya berkembang menjadi perusahaan otobus yang tetap eksis hingga era modern.
Warisan dari PO bus pada masa kolonial masih terlihat dalam beberapa aspek, seperti sistem jalur bus yang tetap mengikuti pola jalur lama yang dibuat sejak zaman Belanda. Selain itu, konsep pengelolaan transportasi umum berbasis tiket dan rute tetap juga tetap dipertahankan hingga kini.
Kesimpulan
Perusahaan otobus pada masa penjajahan Belanda memainkan peran penting dalam sejarah transportasi publik di Indonesia. Beberapa PO terkenal seperti BVM, SAD, STM, BAO, dan DTM menjadi bagian dari sistem transportasi yang mendukung mobilitas masyarakat dan administrasi kolonial. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti regulasi ketat dan diskriminasi sosial, keberadaan PO bus ini menjadi fondasi bagi perkembangan sistem transportasi di Indonesia pasca-kemerdekaan.
Perkembangan transportasi bus dari era kolonial hingga kini menunjukkan betapa pentingnya peran moda transportasi ini dalam kehidupan masyarakat. Dengan terus berkembangnya teknologi dan inovasi dalam dunia transportasi, sistem bus umum di Indonesia diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas layanan dan aksesibilitas bagi seluruh lapisan masyarakat.